Mengapa Demikian?
Mengapa Demikian?
Montir gagal : “Masih ngajar ditempat kemarin”?
Bosnya si montir yang gagal (saya) : “Masih, dengan nada
tidak ingin ditanyaa karna repot harus menjawab,
Montir gagal : “baheula mah cita2 maneh teh lain ngajar tapi
jadi bos urang” ah sial aku harus menerjemahkan ini pada orang Amsterdam lagi. Jika
aku adalah Shikamaru Nara, maka aku akan berkata “MEREPOTKAN”
Montir gagal : paling
baheula janji teh arek boga band bisa tampil dimana wae terus dikenal jadi anak
band, lain jadi guru.
Montir gagal : mun urang baheula kuliah atau bener sakola,
sigana bakalan sarua sapagawean jeung maneh wid, atau saheunteuna urang aya
pagawean anu layak, modal ijazah smp mah ayna hese neangan gawe teh.
Aku : “MEREPOTKAN dalam hati sambil melihat langit”. Tolong orang
Amsterdam jangan meminta untuk di artikan perkataan dia.
Benar kehidupan sekarang bukanlah pilihanku yang terbaik,
dari segi pemikiran temanku si montir yang bukan gagal tapi belum berhasil.
Demikianlah Semua ini
Mengajar di kelas XI RPL 1 & 2 untuk pertamakalinya
seperti mengingatkanku pada situasi dimana aku tidak suka sekolahku yang dulu. Tapi
saya suka ilmunya. Tahta tertinggi di dunia menurutku adalah Ilmu pengetahuan
setelah itu Uang hehe, dengan pengetahuan semuanya bisa tercapai walau memang
memerlukan waktu.
Memperkenalkan diri pada mereka rasanya seperti kenalan
dengan orang asing, canggung dan malu serta enggan untuk kenal, aku selalu
merasa ketika dikenal oleh orang banyak atau mengenal orang banyak, maka besar
kemungkinan aku akan kecewa atau dikecewakan, atau mengecewakan mereka karna
diriku. Bertambah lagi ekspektasi orang lain terhadapku, bertambah juga aku
bisa saja di kecewakan dikemudian hari, tapi perasaan aneh itu tidak muncul untuk
mereka.
Jika aku hari ini bersyukur, mungkin salah satunya karna mengenal
mereka. Tanpa membedakan perlakuan ke
mereka, tanpa ada rasa pilih kasih ke mereka dan semua ini kulakukan dengan
penuh kasih sayang, bukan Guru ke murid tapi sebagai teman belajar. Banyak
sekali setelah beberapa bulan mengajar di kelas mereka rasanya seperti bermain
dan belajar. Entah mereka merasakan hal yang sama atau tidak.
Ada rasa Bahagia yang tidak bisa di bandingkan dengan
nominal, Bahagia ketika praktik di lab mereka mampu mengerjakan, mampu mengerti
pembelajaran bahkan mengerti tentang materi yang disampaikan, tapi ada yang
lebih Bahagia, yaitu ketika mereka bingung dan frustasi tentang program,
tentang praktek, dibalik bingung itu ada proses mereka berfikir ada proses
mereka berusaha dan ada komitmen untuk tidak mau kalah dengan sebuah program kecil
ini. Bug atau error ini tak seberapa dengan permasalahan yang nyata di
kehidupan sebenarnya.
Demikianlah akhirnya
Harapanku Bersama mereka. Nak, jika dunia ini tidak adil,
maka begitulah kebenaranya, di dunia ini tidak ada yang adil, hanya ada yang
lemah dan kuat, menang dan kalah. Kita tidak mungkin selamanya kuat dan
selamanya menang, tapi semua itu kita bisa pahami cara memandang dunia, kita
lahir dengan keadaan yang berbeda tapi kita punya kesempatan yang sama. Hanya dengan
pendidikanlah kesempatan itu tercipta, keadaan seseorang bisa berubah dengan
pendidikannyaa. Setiap orang punya kesempatan yang sama, dan lewat Pendidikan semuanya
itu bisa tercapai.
Entah apapun nasibnya nanti terima itu dengan rasa yang
puas, dengan rasa bangga bahwa kamu sudah berusaha. Jangan mau kalah dengan
keadaan. Ingatlah orang tua jika kamu merasa malas belajar, setidaknya ada alasan
kenapa kamu Bersama berusaha selama ini. Jadilah orang terbaik versimu sendiri
dan lampaui gurumu ini dari segi apapun, sehingga ketika kita bertemu lagi dikesempatan
yang berbeda situasi yang berbeda, aku akan melihatmu ke atas karna
keberhasilanmu menaklukan dunia.
Jika Aku
Jika aku sekolah lagi, maka aku akan belajar sekuat mungkin, tak peduli rasa kantuk tak peduli kurang tidur, tak peduli aku harus bagaimana asal aku bisa belajar dan sekolah, tak peduli semua hal yang menghalangiku, karna menurutku ilmu pengetahuan yang akan menolongku di kemudian hari, seperti lilin yang menerangi ruangan yang gelap.

0 Response to "Mengapa Demikian?"
Post a Comment